Senin, 14 Februari 2011

TRATEGI KEBIJAKAN EKONOMI INODNESIA: MUNGKINKAH KRISIS EKONOMI BERAKHIR?

TRATEGI KEBIJAKAN EKONOMI INODNESIA: MUNGKINKAH KRISIS EKONOMI
   BERAKHIR?
   

     _________________________________________________________________
   
    Pendahuluan
   
   Sampai pada periode paruh pertama tahun 1997, perekonomian Indonesia
   menunjukkan kinerja yang cukup baik yang ditandai dengan menguatnya
   beberapa indikator makro ekonomi. Pada tahun 1996 tercatat bahwa
   tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 7,8% per tahun dan inflasi pada 5
   bulan pertama mampu mencapai tingkat yang terendah selama 10 tahun
   terakhir pada periode yang sama. Adapun investasi langsung luar negeri
   mencapai $ 6,5 juta pada tahun fiskal 1996/1997, cadangan devisa resmi
   pemerintah mencapai $20 juta pada bulan Maret 1997 (cukup untuk 5
   bulan impor), sementara tingkat depresiasi rupiah terhadap dolar
   Amerika terpelihara pada kisaran 3-5% ( Bank Indonesia, 1997).
   
   Perekonomian Indonesia kemudian mengalami perubahan mendadak setelah
   pada pertengahan tahun 1997 muncul masalah yang menghantam perdagangan
   valuta asing di kawasan Asia, yang diawali dengan guncangan pasar
   valuta asing di Thailand dan kemudian menjalar ke pasar valuta asing
   negara-negara lain termasuk Indonesia. Pada akhir periode tahun 1997,
   depresiasi riil nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai angka
   68.7% (IDE, 1999). Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
   tersebut tentunya berdampak negatif terhadap posisi neraca pembayaran,
   terutama karena jumlah utang luar negeri makin membengkak dimana pada
   tahun 1997 total stok utang luar negeri secara riil telah mencapai
   64,2% GDP dan membengkak menjadi 95,3% GDP (World Bank, 1999 diolah
   kembali).
   
   Pada saat keseimbangan eksternal tergangggu, terjadi pula
   ketidak-seimbangan internal. Kenaikan harga barang-barang sertamerta
   memperbesar angka inflasi. Pada akhir tahun 1997 angka inflasi
   mencapai 11,1% per tahun dan terus meningkat hingga mencapai 77,6% per
   tahun pada tahun berikutnya. Dalam kasus Indonesia, krisis nilai tukar
   mata uang rupiah terhadap dolar, terus menular ke sektor-sektor
   lainnya hingga menimbulkan krisis ekonomi. Pada akhir tahun 1997,
   pertumbuhan ekonomi tahunan (PDB riil) tercatat sebesar 4,7% sedang
   pada akhir tahun 1998 turun sebesar 13,2% (Bank Indonesia, 1999).
   
   Dalam usaha mengatasi krisis ekonomi, seyogyanya pemerintah harus
   bertindak hati-hati. Karena, selain ingin mencapai target stabilitas
   nilai tukar, masih ada beban pencapaian target lain seperti menjaga
   agar tingkat inflasi tetap rendah dan mempertahankan tingkat bunga
   agar tidak melambung tinggi. Sementara itu, penanganan masalah utang
   luar negeri juga masih belum jelas solusinya.
   
   Untuk memperbaiki kondisi perekonomian secara eksternal dan internal,
   pemerintah juga sepakat meminta bantuan Internasional Monetary Fund
   (IMF). Bantuan yang diberikan oleh IMF mencakup bantuan teknis dan
   bantuan dana yang tujuannya adalah mencapai stabilisasi inflasi dan
   defisit anggaran. Dengan masuknya campur tangan IMF, diharapkan
   langkah kebijaksanaan pemerintah untuk mengatasi krisis ekonomi
   semakin terarah dan tidak hanya menekankan pada kebijaksanaan moneter,
   tetapi juga kebijaksanaan fiskal; dan yang terpenting adalah
   kebijaksanaan sektor riil melalui penyesuaian secara struktural
   (structural adjustments).
   
   Krisis ekonomi bisa muncul sebagai dampak negatif dari kebijakan
   ekonomi yang kemudian diperburuk oleh kondisi perekonomian dunia.
   Pengalaman negara-negara berkembang yang mengalami krisis ekonomi pada
   dekade 80-an membuktikan bahwa perubahan harga dunia seringkali
   menyebabkan munculnya defisit dalam neraca pembayaran (balance of
   payment) suatu negara, dan pengeluaran yang berlebihan akan mendorong
   inflasi, dalam kondisi produksi juga mengalami kemacetan (Krueger,
   1995).
   
   Secara teoretis, kebijakan ekonomi di negara-negara sedang berkembang
   muncul karena adanya asumsi bahwa pasar gagal melaksanakan fungsinya
   (market failure) sehingga dibutuhkan intervensi pemerintah. Namun
   menurut Weiss (1995), jika kebijakan pemerintah tersebut tidak
   diarahkan dengan baik maka justru akan mendorong munculnya kegagalan
   pemerintah (government failure).
   
   Benarkah anggapan bahwa krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia
   merupakan dampak negatif dari kebijakan ekonomi yang kemudian
   menimbulkan ketidakseimbangan internal dan eksternal? Bagaimana peran
   IMF dengan paket-paket standarnya dapat mengatasi krisis ekonomi? Apa
   implikasi kebijakan IMF bagi perekonomian Indonesia? Bersumber dari
   pertanyaan-pertanyaan inilah maka tulisan ini akan diawali dan
   diharapkan menjadi bahasan yang sangat menarik untuk diteliti. Secara
   spesifik, tulisan ini akan membahas krisis ekonomi dalam kerangka
   teoretis Two Gap Model yang kemudian dikaitkan dengan peran IMF dalam
   mengatasi krisis dengan paket stabilisasinya sebagaimana yang telah
   dilakukan di berbagai negara lain. Tulisan ini akan ditutup dengan
   pembahasan tentang implikasi program IMF terhadap kebijakan ekonomi
   Indonesia.
   
   Utang Luar Negeri: Tinjauan Teoretis atas Kesenjangan Tabungan dan
   Investasi
   
   Pembahasan tentang utang luar negeri dalam artikel ini akan dijelaskan
   dengan kerangka teori Two Gap Model yang menunjukkan bahwa defisit
   pembiayaan investasi swasta terjadi karena Tabungan lebih kecil dari
   Investasi (I-S = resource gap), dan defisit perdagangan disebabkan
   karena Ekspor lebih kecil dari Impornya (X-M = trade gap). Disamping
   itu, masih ada defisit dalam anggaran pemerintah karena penerimaan
   pemerintah dari pajak lebih kecil dari pengeluaran pemerintah (T-G =
   fiscal gap). Hubungan antara defisit investasi swasta , defisit
   anggaran pemerintah, dan defisit perdagangan dapat dijelaskan sebagai
   berikut:
   
   Pendapatan nasional (Y) dari sisi pengeluaran merupakan penjumlahan
   dari Pengeluaran Konsumsi Swasta (C),
   
   Pengeluaran Investasi swasta (I), Pengeluaran Pemerintah (G) dan
   Ekspor bersih (X-M) atau:
   
     Y = C + I + G + X - M ............. (1)
     
   Pendapatan nasional (Y) dari sisi alokasi penggunaan merupakan
   penjumlahan dari Konsumsi masyarakat (C), Tabungan (S) dan Pajak (T)
   atau:
   
     Y = C + S + T ......................... (2)
     
   Dari persamaan (1) dan (2) akan menghasilkan persamaan identitas
   defisit, yaitu bahwa defisit Perdagangan (X-M) sama dengan defisit
   Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah (T-G) ditambah defisit Tabungan
   dan Investasi Swasta (S-I) atau:
   
     (X-M) = (T-G) + (S-I) ............. (3)
     
   Untuk persamaan (3) bisa saja terjadi hubungan kausal dalam arti jika
   terjadi ketidakseimbangan internal yakni pada sektor pemerintah
   dan/atau sektor swasta, akan mengganggu keseimbangan eksternal yakni
   pada sektor perdagangan. Jika diasumsikan bahwa ekspor dan impor
   mencakup barang dan jasa, maka pengertian defisit perdagangan akan
   lebih diarahkan pada defisit dalam transaksi berjalan.
   
   Dengan kerangka Two Gap Model di atas tersirat bahwa bila suatu negara
   berada dalam keadaan dimana neraca transaksi berjalannya mengalami
   ketidakseimbangan, maka dibutuhkan aliran modal masuk (capital
   inflows). Namun, jika suatu negara yang menghadapi masalah defisit
   neraca transaksi berjalan dan menggunakan aliran modal masuk sebagai
   jalan keluarnya, maka seharusnya negara tersebut juga menyiapkan
   kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk menurunkan defisit tersebut.
   Semakin banyak restriksi dan kontrol, akan semakin sulit bagi suatu
   negara untuk menurunkan defisit. Jika suatu negara sudah melakukan
   tight money policy, menerapkan kebijaksanaan fiskal dan melakukan
   kontrol atas tarif dan impor, tetapi masih mengalami defisit neraca
   pembayaran, maka akan semakin sulit mengatasinya (Sodersten, 1980).
   
   Pinjaman luar negeri akan menimbulkan masalah jika dana tersebut tidak
   diinvestasikan secara produktif untuk kegiatan-kegiatan yang
   menghasilkan tingkat pengembalian devisa yang tinggi untuk menutupi
   pembayaran bunga. Krisis utang dunia yang terjadi pada dekade 80-an
   menjadi bukti bahayanya pembiayaan melalui utang luar negeri dimana
   banyak negara terpaksa menunda kewajiban membayar utang (Weiss, 1995).
   
   Pengaruh eksternal bukan satu-satunya penyebab krisis, kebijaksanaan
   pemerintah yang tidak terarah juga bisa dianggap mempunyai pengaruh
   terhadap krisis ekonomi (Gillis et.al, 1996). Gairah untuk mencapai
   tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang banyak mempengaruhi
   kebijaksanaan pemerintah melalui peningkatan pengeluaran pemerintah,
   sehingga menimbulkan defisit anggaran yang semakin membesar. Dalam
   kondisi perekonomian yang tidak stabil, investor swasta menanamkan
   dananya pada usaha-usaha nonproduktif, seperti tanah, atau
   menginventasikannya di luar negeri yang menimbulkan defisit eksternal.
   
   Kebijakan Ekonomi dan Pengalaman Negara-negara Berkembang yang
   Tertimpa Krisis Ekonomi
   
   Era tahun 1980-an merupakan masa-masa sulit bagi beberapa negara
   berkembang di dunia. Diawali dengan kenaikan harga minyak tahun 1979,
   perekonomian dunia mengalami resesi yang disertai dengan penurunan
   harga barang, kenaikan tingkat bunga dan kontraksi perdagangan
   internasional. Hal-hal tersebut menyebabkan menurunnya kemampuan
   negara-negara untuk membayar utang, sehingga timbul krisis utang
   dunia. Krisis utang ini kemudian menurunkan pertumbuhan ekonomi dan
   meningkatkan debt service ratio. Krisis muncul karena adanya dampak
   dari kebijaksanaan ekonomi, walaupun juga diperburuk oleh kondisi
   perekonomian dunia (Krueger, 1995).
   
   Mexico pada tahun 1982 merupakan negara pengekspor minyak, sejak 10
   tahun sebelumnya penerimaan dari minyak terus meningkat. Namun,
   peningkatan penerimaan tersebut diiringi juga dengan peningkatan utang
   luar negeri, akibatnya muncul ketidakseimbangan dalam neraca
   pembayaran. Kelemahan pemerintah Mexico adalah terus meningkatkan
   pengeluarannya dan mengabaikan produktivitas. Krisis muncul sebagai
   akibat kekeliruan dalam kebijakan ekonomi yang kemudian didukung oleh
   kondisi perekonomian dunia yang memburuk.
   
   Lain halnya dengan Turki yang melakukan program reformasi ekonomi pada
   awal tahun 1980, setelah GDP riil diperkirakan akan menurun selama
   lebih dari 2 tahun dan inflasi mencapai lebih dari 100% per tahun.
   Namun, pembatasan impor terutama bahan bakar minyak menyebabkan
   problem transportasi, distribusi hasil panen terganggu dan
   pabrik-pabrik yang mengandalkan bahan baku impor terpaksa menurunkan
   kapasitasnya hingga 50%.
   
   Pada tahun 1984, produksi dan ekspor coklat Ghana menurun drastis
   bersamaan dengan peningkatan laju inflasi yang mencapai lebih dari
   100%, ke-kurangan devisa men-capai ting- kat yang kronis, standar
   kehidupan pun menu-run tajam. Tahun 1987-1988, Peru me-ngalami
   penurunan GNP riil sekitar 10%, sedangkan inflasi mencapai 3500% per
   tahun. Argentina juga menghadapi besarnya defisit neraca pembayaran
   dan defisit fiskal.
   
   Krueger (1995) melihat adanya kesamaan diantara negara-negara yang
   terkena krisis, pada umumnya kebijaksanaan ekonomi di negara-negara
   tersebut berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
   (rapid economic growth), tetapi iklim perekonomian yang ada tidak
   diciptakan untuk mendukung ke arah itu. Contoh konkretnya adalah
   negara yang melakukan restriksi impor lebih banyak disebabkan karena
   sebagaian besar kinerja perusahaan-perusahaan domestik tidak efisien,
   harga barang-barang di dalam negeri terdistorsi sehingga tidak
   memiliki daya saing di pasar internasional. Terbatasnya tabungan
   domestik dan adanya peluang untuk memanfaatkan sumber dana dari luar
   negeri menyebabkan pemerintah maupun investor swasta terlalu
   mengandalkan pinjaman luar negeri dalam rangka membiayai investasinya.
   Dalam jangka pendek, pemanfaatan tabungan luar negeri tersebut tidak
   menimbulkan dampak inflasi, tetapi dalam jangka panjang akan
   menimbulkan masalah yang serius dalam suplai uang domestik. Investasi
   pemerintah umumnya dilakukan untuk membangun infrastuktur untuk
   mendukung investasi swasta, tetapi jika investasi tersebut tidak
   menghasilkan tingkat pengembalian yang layak, sementara tingkat bunga
   utang luar negeri tetap harus dibayar akan memberi tekanan untuk
   meningkatkan suplai uang.
   
   Paket Reformasi Ekonomi IMF
   
   IMF dan Bank Dunia merupakan lembaga yang muncul sebagai hasil
   beberapa konferensi yang bertujuan untuk membangun dan mengelola
   perekonomian pasca perang dunia kedua. IMF dirancang untuk membantu
   negara-negara anggota mencapai stabilitas moneter dengan menghindari
   devaluasi kecuali dalam keadaan darurat, dan meningkatkan perdagangan
   bebas dengan memberikan pinjaman jangka pendek untuk negara-negara
   yang mengalami masalah neraca pembayaran. IMF merupakan counterpart
   dari GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) yang targetnya
   adalah mendorong negosiasi penurunan hambatan perdagangan. Tidak
   seperti Bank Dunia, IMF pada hakikatnya bukan lembaga bantuan, hanya
   merupakan kumpulan negara-negara donor. Negara anggota memiliki kuota
   untuk sejumlah dana tergantung besarnya ukuran perekonomian dan negara
   anggota diijinkan untuk menarik dana cadangan.
   
   Menurut Reynolds (dalam Osterfeld, 1992), setelah adanya krisis Mexico
   tahun 1982, IMF membuat paket standar yang merupakan policy
   requirement sebagai syarat untuk menerima bantuan pinjaman, yakni:
   
    1. melakukan devaluasi mata uang untuk mengatasi masalah neraca
       pembayaran;
    2. membatasi jumlah kredit dan menurunkan defisit sektor publik, yang
       keduanya bertujuan untuk menahan inflasi dengan menurunkan
       permintaan domestik;
    3. menghilangkan restriksi dalam perdagangan luar negeri dan
       perpindahan modal (capital movements) yang ditujukan untuk
       mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perdagangan.
       
   Program stabilisasi IMF menunjukkan respons terhadap adanya
   ketidakseimbangan perekonomian secara makro (Weiss, 1995). IMF melalui
   paket bantuan teknisnya menekankan pada upaya mengawasi suplai kredit
   domestik, utamanya adalah membatasi kredit domestik. Pembatasan
   pertumbuhan suplai uang bertujuan untuk memperbaiki neraca pembayaran
   (menurunkan ketidakseimbangan eksternal) dan menurunkan inflasi
   domestik (menurunkan ketidak-seimbangan internal). Model ini
   menggunakan asumsi bahwa neraca pembayaran merupakan fenomena moneter,
   karena uang yang beredar di dalam negeri dapat berasal dari luar
   (cadangan devisa) atau dalam negeri (kredit domestik), sehingga
   analisis akan didasarkan pada hubungan antara kedua komponen dalam
   penawaran uang tersebut.
   
   Berdasarkan definisi, stok uang domestik (D Ms) merupakan penjumlahan
   dari perubahan cadangan devisa (D R) dan kredit domestik (D D),
   sehingga:
   
     D Ms = D R + D D ............... (4)
     
   Perubahan permintaan uang (D Md) merupakan fungsi dari perubahan dari
   pendapatan nominal (D Y) maka:
   
     D Md = k. D Y ............... (5)
     
   dimana k = 1/v dan v adalah kecepatan perputaran uang.
   
   Dalam kondisi keseimbangan, permintaan uang = penawaran uang dengan
   demikian:
   
     D Ms = D Md ............... (6)
     
   Dengan mengkombinasikan persamaan (5) dan (6) maka:
   
     D R = k. D Y - D D .............. (7)
     
   Persamaan (7) menunjukkan bahwa cadangan devisa ditentukan berdasarkan
   selisih antara perubahan permintaan uang domestik dan perubahan kredit
   domestik. Implikasinya adalah setiap ada kelebihan ekspansi moneter
   maka perusahaan dan rumah tangga akan mengeluarkan kelebihan money
   balances-nya. Jika pengeluaran tersebut adalah untuk barang-barang
   yang tidak diperdagangkan (non traded goods) maka akan meningkatkan
   tingkat harga, tetapi jika pengeluaran tersebut untuk barang-barang
   yang diperdagangkan (traded goods) akan menurunkan cadangan devisa.
   
   Model ini kemudian dapat diperluas dengan menghubungkan antara
   ekspansi kredit dalam negeri dengan pengeluaran agregat. Pengeluaran
   domestik (C+I+G) seperti pada persamaan (1) biasa dinyatakan sebagai
   absorpsi domestik (A), sementara itu pengeluaran total (E) merupakan
   penjumlahan antara pengeluaran domestik (A) dengan Ekspor-Impor (X -
   M) sehingga:
   
     E = A + (X - M) ........... (8)
     
   Berdasarkan definisi, pendapatan nasional (NI) = pengeluaran total (E)
   atau NI = E maka:
   
     NI - A = X - M ............... (9)
     
   Current Account mencapai keseimbangan jika terjadi perubahan cadangan
   devisa (DR) dan perubahan arus modal masuk (DF), maka:
   
     X - M = DR - DF............ (10)
     
   Dengan mensubstitusikan persamaan (7 ) ke persamaan (10) maka:
   
     X - M = (k. D Y - D D) - DF .......(11)
     
   Kemudian mengkombinasikan persamaan (9) dengan persamaan (11)
   diperoleh:
   
     NI - A + DF = D Md - D D ...... (12)
     
   Perubahan dalam pendapatan nominal (DY) dapat dipecah menjadi efek
   pendapatan riil dan perubahan harga yakni:
   
     DY = y DP + P Dy ........ (13)
     
   dimana y adalah pendapatan riil dan P adalah tingkat harga.
   
   Dengan mensubstitusikan persamaan (13) ke persamaan (7) maka
   diperoleh:
   
     DR = k (y DP + P Dy) - DD ....... (14)
     
   atau
   
     DD = k y DP + k y Dy - DR ....... (15)
     
   Persamaan (15) menunjukkan bahwa perubahan dalam jumlah kredit akan
   mempengaruhi harga, pendapatan riil dan neraca pembayaran. Jika
   perubahan pendapatan = 0 maka tidak akan ada output yang hilang karena
   adanya restriksi kebijakan moneter. Kelemahan dari model dengan laju
   pertumbuhan ekonomi = 0 ini masih dianggap tidak realistik, karena
   dampak pengetatan moneter terhadap pendapatan riil akan menurunkan
   pengeluaran konsumen secara agregat, serta akan meningkatkan biaya
   modal kerja sebagai akibat dari meningkatnya suku bunga dan menurunnya
   investasi swasta.
   
   Gillis et.al. (1996) juga memandang bahwa program IMF merupakan paket
   stabilisasi inflasi dan defisit anggaran. Tujuan utama program ini
   adalah menurunkan defisit anggaran pemerintah dan membatasi kredit
   domestik yang membawa pengaruh pada pertumbuhan penawaran uang. Kedua
   kebijakan tersebut menurunkan tingkat absorpsi perekonomian dan
   menggeser ke posisi yang mendekati keseimbangan eksternal dan
   internal.
   
   Pada Gambar 1 ditunjukan bahwa pada titik 1 suatu negara mengalami
   ketidakseimbangan eksternal dan internal. Titik 2 adalah kondisi
   terciptanya kesimbangan eksternal dan internal dimana kurva IB
   (Internal Balance) memotong kurva EB1 (External Balance) yakni pada
   tingkat Absopsi A2 dan tingkat nilai tukar riil P2. Paket pemulihan
   ekonomi IMF berupaya menurunkan tingkat absorpsi agar menjauhi titik 1
   dan mendekati titik kese-imbangan eksternal dan internal. Paket
   bantuan teknis IMF ini juga dapat disertai dengan devaluasi nilai
   tukar mata uang secara riil (real exchange rate = e), yang
   keputusannya tergantung seberapa jauh letak titik 1 terhadap titik 2.
   Paket bantuan IMF ditunjukkan dengan upaya menurunkan absorpsi (DA)
   yang disertai pula dengan devaluasi nilai tukar mata uang (D e).
   Selain bantuan teknis, IMF juga memberikan bantuan dana yang tidak
   hanya berasal dari IMF itu sendiri tetapi juga dari Bank Dunia atau
   negara-negara donor lainnya. Bantuan dana tersebut bertujuan untuk
   meningkatkan kapasitas perekonomian untuk membeli barang-barang yang
   dapat diper-dagangkan (tradeables) yang akan menggeser kurva EB ke EB2
   dan mengubah keseimbangan pada titik 3, yakni titik keseimbangan
   eksternal dan internal yang baru. Pada Gambar 1 terlihat bahwa de-ngan
   ada- nya dana bantuan maka akan menurun-kan upaya penghe-matan yang
   mana ting-kat absorp- si adalah pada A3 bukan A2 , dan mengurangi
   kebutuhan untuk melakukan devaluasi nilai tukar. Walaupun tidak
   tertutup kemungkinan bahwa devaluasi tetap dilakukan sebagai syarat
   untuk mencapai titik 3.
   
                           wpe1.jpg (12957 bytes)
   
   Analisis Utang Luar Negeri Indonesia
   
   Gairah negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam beberapa
   tahun terakhir untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi agar
   tetap tinggi melalui peningkatan Investasi mendorong peningkatan
   kebutuhan sumber dana dari luar negeri. Alasan mendasar dibutuhkannya
   utang luar negeri adalah karena tabungan domestik tidak mencukupi,
   yang menunjukkan bahwa upaya pemerintah untuk memobilisasi dana
   domestik sejak tahun 1983 tidak pernah mampu mengimbangi besarnya
   kebutuhan dana untuk investasi. Kesenjangan antara tabungan dalam
   negeri baik pemerintah dan swasta, menyebabkan utang luar negeri dan
   penanaman modal asing merupakan suatu "keharusan" bagi pembiayaan
   investasi.
   
   Bank Dunia membuat proyeksi bahwa dalam periode tahun 1994-2000
   walaupun kesenjangan Tabungan-Investasi pemerintah cenderung terus
   mengecil, kesenjangan Tabungan-Investasi swasta cenderung membesar.
   Gambar 2 dan 3 berikut ini memberi petunjuk adanya kesenjangan antara
   Tabungan dan Investasi (Saving-Investment Gap) yang dinyatakan sebagai
   persentase dari Produk Domestik Bruto (GDP), baik pemerintah maupun
   oleh swasta.
   
                           wpe3.jpg (11066 bytes)
   
   
                           wpe4.jpg (12740 bytes)
   
   Utang luar negeri pemerintah dibutuhkan untuk membiayai defisit
   anggaran. Di dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
   (APBN), Total Penerimaan adalah Penerimaan Dalam Negeri ditambah
   dengan Penerimaan Pembangunan; sedangkan Total Pengeluaran adalah
   Pengeluaran Rutin ditambah dengan Pengeluaran Pembangunan. Anggaran
   pemerintah yang menunjukkan defisit menunjukkan bahwa kekurangan dana
   pembangunan (Pengeluaran Pemerintah) ditutup dengan utang luar negeri
   (Penerimaan Pembangunan). Perkembangan utang luar negeri pemerintah
   menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Sekalipun pada
   tahun-tahun sebe- lum krisis ekonomi terjadi keli-hatannya Indonesia
   tidak mem-punyai masalah dalam creditworthy yang tercermin dari makin
   meningkatnya utang luar negeri, pembiayaan defisit anggaran defisit
   investasi swasta melalui foreign borrowing tidak lepas dari bahaya.
   Utang menjadi beban dalam jangka panjang sehingga dibutuhkan devisa
   dalam jumlah besar untuk menjamin bahwa bunga dan cicilan utang
   tersebut dapat dibayar.
   
   Tingginya tingkat bunga di dalam negeri mendorong para investor swasta
   untuk mencari dana luar negeri yang dianggap "murah". Besarnya utang
   luar negeri swasta semakin membengkak seiring dengan meningkatnya
   Investasi. Sementara itu para investor swasta dalam melakukan
   peminjaman dana luar negeri tidak mempertimbangkan fundamental ekonomi
   makro yang sesungguhnya telah memberi isyarat kurang baik seperti
   defisit neraca transaksi berjalan yang menunjukkan peningkatan dari
   tahun ke tahun. Kemungkinan munculnya ancaman dari luar (external
   shocks) seperti perubahan nilai tukar mungkin juga tidak disadari
   sejak awal. Dana yang dipinjam pihak swasta pada umumnya menggunakan
   tingkat bunga komersial yang jelas lebih tinggi dari tingkat bunga
   pinjaman pemerintah dan jangka waktu yang relatif lebih pendek. Namun
   ada kelemahan dari sistem devisa bebas yang dianut, yaitu pemerintah
   tidak bisa memperoleh data akurat mengenai besarnya pinjaman swasta
   karena tidak adanya kewajiban melapor. Dengan total utang sebesar US$
   109.3 miliar pada akhir tahun 1996/97 dimana 51,2% diantaranya adalah
   utang swasta sudah cukup untuk membuat perekonomian terganggu bila
   terjadi external shocks dalam bentuk depresiasi nilai tukar. Sementara
   cadangan devisa resmi yang dimiliki oleh pemerintah hanya mencapai
   sekitas US $ 20 miliar (Bank Indonesia 1996/97).
   
   Secara umum kondisi neraca pembayaran mencerminkan aktivitas
   permintaan dan penawaran devisa. Pembiayaan transaksi berjalan dapat
   dilakukan dengan (a) perubahan aktiva luar negeri neto dan (b)
   perubahan pasiva luar negeri neto. Perubahan aktiva neto berarti
   pertambahan aktiva luar negeri dan aliran modal masuk jangka panjang.
   Pertambahan aktiva luar negeri menjadikan bertambahnya cadangan devisa
   resmi, bertambahnya cadangan devisa bank komersial, dan pelarian
   modal. Sedangkan perubahan pasiva luar negeri berarti perubahan utang
   luar negeri, pencairan utang-utang luar negeri, dan perubahan cicilan
   pokok utang luar negeri. Berarti utang luar negeri dan penanaman modal
   asing jangka pendek (Foreign Direct Investment = FDI dan portfolio)
   merupakan sumber dana untuk membiayai defisit neraca berjalan,
   kebutuhan untuk menambah devisa, dan arus modal keluar.
   
     Tabel 1. Sumber dan Penggunaan Dana Luar Negeri (milyar dolar AS)
   
   wpe8.jpg (23437 bytes)
   
   Berdasarkan data pada Tabel 1 di atas, Bank Dunia sudah
   memperhitungkan bahwa perkiraan defisit transaksi berjalan Indonesia,
   termasuk pembayaran bunga utang luar negeri, seluruhnya dibiayai oleh
   Aliran Modal Masuk. Dengan demikian, pembayaran cicilan pokok utang
   luar negeri dibiayai sepenuhnya oleh utang baru bukan dari ekspor
   neto. Adapun bagian dari utang luar negeri yang digunakan untuk
   menambah cadangan devisa tidak dapat digunakan untuk meningkatkan
   kapasitas perekonomian, padahal bunga utang tersebut harus terus
   dibayar.
   
   Berbaurnya antara kerapuhan fundamental ekonomi Indonesia yang
   ditandai dengan peningkatan defisit transaksi berjalan dan perubahan
   lingkungan ekonomi dunia dapat dijadikan alasan sebagai faktor yang
   mendorong timbulnya krisis ekonomi. Defisit transaksi berjalan yang
   terus meningkat yang dibiayai oleh aliran modal asing memaksa kita
   untuk terus meningkatkan ketergantungan dana pada pihak asing.
   Sementara upaya memobilisasi dana dalam negeri tidak didukung oleh
   sektor keuangan yang efisien. Adanya peluang untuk memperoleh pinjaman
   luar negeri pun tidak diimbangi dengan pe-ningkatan produksi barang
   yang diper-dagangkan. Hal ini me-nunjukkan bahwa dana luar negeri
   tersebut tidak diiinvestasikan pada sektor-sektor yang menghasilan
   tingkat pengembalian devisa yang tinggi untuk menutupi pembayaran
   bunga dan cicilan utang. Ekspor barang dan jasa pada harga konstan
   pada tahun 1996/97 diperkirakan mencapai 110.057,9 miliar rupiah,
   meningkat 6.2% dari tahun sebelumnya. Sementara, impor barang dan jasa
   mencapai 131.659,9 miliar rupiah meningkat 9.6% dari tahun sebelumnya.
   
   Dampak dari pesatnya aliran modal asing sudah terlihat pada laju
   inflasi yang cenderung meningkat, dan asumsi bahwa dalam jangka
   panjang aliran modal asing akan menyebabkan perkonomian mengalami
   overheating terbukti. Sementara kekeringan yang berkepanjangan pada
   periode sebelumnya juga akan memaksa harga-harga bahan pangan, yang
   merupakan komponen utama inflasi, mengalami kenaikan.
   
   Paket Pemulihan Ekonomi IMF dan Implikasi Kebijaksanaan
   
   Paket bantuan yang akan diberikan kepada Indonesia untuk mengatasi
   krisis ekonomi merupakan upaya menstabilkan keseimbangan eksternal dan
   internal, baik melalui bantuan teknis maupun bantuan dana. Reformasi
   yang diisyaratkan oleh IMF tersebut seharusnya dituangkan dalam
   berbagai kebijaksanaan yang sifatnya konsisten tetapi realistis.
   
   Paket bantuan teknis IMF berupaya mengawasi suplai kredit domestik
   untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan, yang berarti memperbaiki
   ketidakseimbangan eksternal. Sedangkan upaya stabilisasi harga dapat
   diartikan sebagai langkah perbaikan ketidakseimbangan internal. Asumsi
   yang digunakan oleh IMF adalah perubahan jumlah uang beredar
   ditentukan oleh jumlah perubahan cadangan devisa dan perubahan kredit
   domestik. Cadangan Devisa pemerintah yang dinyatakan bernilai sekitar
   20 milyar dolar AS dengan demikian ditentukan oleh besarnya selisih
   antara perubahan permintaan uang domestik dan perubahan kredit
   domestik. Dengan adanya ekspansi moneter, perusahaan dan rumah tangga
   akan mengeluarkan kelebihan uangnya yang diasumsikan hanya diarahkan
   untuk membiayai barang-barang yang diperdagangkan (tradeable goods),
   bukan untuk barang-barang yang tidak diperdagangkan (non tradeable
   goods). Dana bantuan IMF yang akan diberikan kepada pemerintah
   Indonesia pun seyogyanya untuk meningkatkan kapasitas perekonomian
   melalui pembelian barang-barang yang diperdagangkan.
   
   Dengan adanya bantuan teknis dan bantuan dana dalam bentuk devisa dari
   IMF, seharusnya dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin mengingat
   krisis yang berkepanjangan akan membawa dampak negatif bagi semua
   pihak. Kesejahteraan rakyat akan menurun drastis melalui peningkatan
   inflasi. Padahal, dalam kondisi perekonomian yang lesu pengangguran
   meningkat, dan di pihak lain kepercayaan dunia terhadap perekonomian
   Indonesia juga akan menurun, yang membawa dampak pula bagi
   kelangsungan investasi di Indonesia.
   
   Reformasi kebijaksanaan yang harus dilakukan oleh pemerintah bersama
   rakyat semestinya mengacu tahap (sequence) yang pernah dikembangkan
   berdasarkan Harberger Rules, Washington Concensus dan Structuralist
   Synthesis yang pada prinsipnya adalah sebagai berikut:
    1. Kebijaksanaan yang ditujukan untuk menstabilkan perekonomian
       secara makro terutama dalam penurunan defisit anggaran pemerintah,
       penanggulangan inflasi dan penyesuaian nilai tukar.
    2. Reformasi dalam pasar barang dan pasar tenaga kerja dengan
       menghilangkan sumber distorsi harga seperti pengontrolan atas
       harga dan upah serta menghilangkan subsidi.
    3. Reformasi pajak yang mendorong peningkatan sumber penerimaan dalam
       negeri tanpa menurunkan kesejahteraan rakyat miskin.
    4. Reformasi Perdagangan yang menghilangkan kuota dan penurunan
       tarif, serta pencabutan perlakuan-perlakuan khusus bagi
       perusahaan-perusahaan tertentu.
    5. Liberalisasi keuangan domestik dengan menghilangkan restriksi
       dalam kegiatan bank-bank komersial yang mendukung berjalannya
       sektor keuangan yang efisien.
    6. Liberalisasi keuangan eksternal dengan menghilangkan kontrol atau
       segala bentuk hambatan aliran modal asing untuk tujuan investasi.
       
   Penutup
   
   Utang luar negeri dan penanaman modal asing dibutuhkan untuk membiayai
   investasi pemerintah (G) dan swasta (I) yang kebutuhan dananya tidak
   dapat disediakan dari mobilisasi dana dalam negeri, baik yang
   bersumber dari pajak (T) maupun tabungan masyarakat (S). Investasi
   yang dilakukan oleh pemerintah terutama swasta terus meningkat.
   Sementara, besarnya pajak (T) dan tabungan domestik (S) yang tidak
   mampu mengimbanginya menimbulkan dampak pada defisit investasi swasta
   (I-S) dan defisit anggaran pemerintah (T-G). Di samping itu, defisit
   neraca berjalan (X-M) juga terkena dampaknya melalui pengelolaan utang
   yang tidak bijaksana.
   
   Krisis ekonomi muncul sebagai dampak dari kebijaksanaan yang tidak
   terarah disamping dipengaruhi juga oleh situasi perekonomian dunia.
   Program stabilisasi perekonomian dengan model IMF bisa memberikan
   dampak positif dalam upaya pemulihan apabila dilakukan dengan
   konsisten dan realistis. Namun, program tersebut bisa juga membawa
   dampak negatif bila asumsi-asumsi yang mendasari program tersebut
   terabaikan. Berbagai implikasi kebijakan dari masuknya program IMF
   menuntut agar reformasi dilaksanakan secara total dengan memperbaiki
   stabilitas ekonomi makro serta menghilangkan hambatan-hambatan di
   keuangan, perdagangan dan investasi.
   
   Referensi
   
   Bank Indonesia. (1997). Laporan Tahunan.
   
   Bank Indonesia. (1999). Laporan Tahunan.
   
   Gillis, et.al. (1996). Economics of Development 4th ed. New York: WW
   Norton Company.
   
   IDE. (1999). Asian Economics Crisis 97/98 Issues in Macroeconomic
   Imbalances, Capital Outflows and Financial Crisis. March. Tokyo:
   IDE-Jetro.
   
   Kruger, A. (1995). Political Economy of Policy Reform in Developing
   Countries. Massachusetts: MIT Press.
   
   Osterfeld, D. (1992). The World Bank and the IMF: Misbegotten Sisters
   dalam Peter J. Boettke (ed.). The Collapse of Development Planning.
   New York: New york university Press.
   
   Sodersten, B. (1980). International Economics. 2nd ed. New York: St.
   Martin Press.
   
   Weiss, J. (1995). Economic Policy in Developing Countries: The Reform
   Agenda. London: Prentice Hall Harvester Wheatsheaf.
   
   World Bank. (1997). Indonesia: Sustaining Growth with Equity. Report #
   16433 - IND. World Bank Country Department III. East Asia and Pacific
   Region.
   
   World Bank. (1999). Global Development Finance.

STRATEGI PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Kebijakan Ekonomi Dalam Negeri



STRATEGI PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Kebijakan Ekonomi Dalam Negeri
Inpres menginstruksikan kepada 29 pejabat mulai dari menteri hingga bupati untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan fokus program ekonomi tahun 2008-2009. Pemerintah juga menetapkan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal untuk mengatur keuangan dan perekonomian negara agar tidak terjadi inflasi ataupun deflasi. Penaikan pendapatan per kapita negara juga menjadi salah satu isi dari kebijakan ekonomi dalam negeri.

Kebijakan Ekonomi Luar Negeri
Adalah serangkaian sasaran yang menjelaskan bagaimana suatu negara berinteraksi dengan negara lain di bidang ekonomi, politik, sosial, dan militer. Kebijakan ekonomi luar negeri bisa juga di definisikan sebagai tindakan pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi : komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan dan pembayaran internasional. Kebijakan ekonomi luar negeri mencakup tindakan pemerintah terhadap current account dari neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang/jasa. Misalnya : tarif terhadap impor, perjanjian bilateral, dan sebagainya.

Strategi Upaya Minimum
Strategi upaya minimum adalah mengaitkan pendapatan per kapita pada tingkat pembangunan berkesinambungan. Setiap ekonomi tergantung pada hambatan dan rangsangan yang positif. Hambatan menurunkan pendapatan per kapita dari tingkat sebelumnya. Rangsangan positif menaikkan pendapatan per kapita.

Strategi Pembangunan Seimbang dan Tidak Seimbang
Dalam hubungannya dengan pembangunan daerah, yang dimaksud dengan pembangunan seimbang adalah pembangunan yang dilakukan secara merata di berbagai daerah, sehingga setiap daerah mencapai tingkat kelajuan pembangunan yang sama. Adapula yang memaksudkan pembangunan seimbang itu sebagai usaha pembangunan yang menumpahkan perhatian yang seimbang terhadap sektor industri maupun sektor pertanian. Pembangunan seimbang diartikan pula sebagai pembangunan yang bukan saja menitik beratkan pengembangan kegiatan ekonomi, tetapi juga menumpahkan perhatian yang sama pentingnya kepada perkembangan berbagai aspek dari kehidupan sosial, politik dan kebudayaan.
Alasan utama yang menimbulkan perlunya pembangunan seimbang adalah untuk menjaga agar pembangunan tersebut tidak menghadapi hambatan-hambatan dalam :
• Memperoleh bahan mentah, tenaga ahli, sumber tenaga (air dan listrik), dan fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil-hasil produksi ke pasar
• Memperoleh pasaran untuk barang-barang yang telah dan yang akan diproduksikan
Dengan demikian pembangunan seimbang dapat didefinisikan sebagai usaha pembangunan yang berusaha mengatur progam penanaman modal, sehingga sepanjang proses pembangunan tidak akan timbul hambatan-hambatan yang bersumber dari penawaran maupun permintaan. Teori pembangunan seimbang menjelaskan perlunya program pembangunan di segala bidang sebagai usaha untuk menciptakan pasar bagi berbagai industri dan untuk menciptakan ekonomi ekstern.

Teori Pembangunan Seimbang : Pandangan Rosenstein dan Nurkse
Istilah pembangunan seimbang dikemukan oleh Rosenstein-Rodan, yang beranggapan bahwa mengadakan industrialisasi di daerah yang kurang berkembang merupakan cara untuk menciptakan pembagian pendapatan yang lebih merata di dunia dan untuk meningkatkan pendapatan di daerah dengan lebih cepat daripada daerah yang lebih kaya.
Tujuan utama dari menciptakan strategi yang demikian adalah untuk menciptakan berbagai jenis industri yang mempunyai hubungan erat satu sama lain, sehingga setiap industri akan memperoleh ekonomi ekstern sebagai akibat dari industrialisasi. Scitovsky mengartikan ekonomi ekstern sebagai jasa yang diperoleh dengan percuma oleh sesuatu industri dari satu atau beberapa industri lainnya.
Nurkse menekankan bahwa pembangunan ekonomi bukan saja menghadapi kesukaran dalam memperoleh modal yang diperlukan, tetapi juga dalam mendapatkan pasaran untuk barang-barang yang dihasilkan oleh berbagai industri.
Teori Pembangunan Seimbang : Pandangan Scitovsky dan Lewis
Scitovsky berkesimpulan bahwa integrasi secara menyeluruh di antara berbagai industri diperlukan untuk menghapuskan perbedaan di antara keuntungan perseorangan (private profit) dan keuntungan masyarakat (public benefit). Ia menganggap bahwa mekanisme pasar tidak dapat menciptakan integrasi di antara berbagai industri, karena mekanisme pasar berfungsi terutama untuk menciptakan efisiensi alokasi sumber-sumber daya dalam jangka pendek.
Analisa Lewis dalam menunjukkan tentang perlunya pembangunan seimbang ditekankan kepada menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh dari terciptanya interdependensi yang efisien di antara berbagai sektor, yaitu di antara sektor pertanian dan sektor industri, dan di antara sektor dalam negeri dan luar negeri. Menurut Lewis, tanpa adanya keseimbangan pembangunan di antara berbagai sektor, berbagai corak ketidakstabilan dan gangguan terhadap kelancaran kegiatan ekonomi akan timbul. Pada akhirnya ini akan memperlambat proses pembangunan.

Menurut Hirschman dan Streeten, program pembangunan tidak seimbang adalah program pembangunan yang lebih sesuai untuk mempercepat proses pembangunan di negara-negara berkembang. Pada hakekatnya gagasan untuk melaksanakan pembangunan seimbang didasarkan kepada tiga pertimbangan :
1. Secara historis pembangunan ekonomi yng telah berlaku coraknya tidak seimbang,
2. Untuk mempertinggi efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia,
3. Pembangunan tidak seimbang akan menciptakan bottlenecks atau gangguan-gangguan dalam proses pembangunan, yang akan menjadi pendorong bagi pembangunan selanjutnya.
Pembangunan tidak seimbang dianggap lebih sesuai untuk dilaksanakan di negara-negara berkembang karena negara-negara tersebut menghadapi masalah kekurang sumber-sumber daya. Dengan melaksanakan program pembangunan tidak seimbang, usaha pembangunan pada suatu waktu tertentu dipusatkan kepada beberapa kegiatan yang akan dapat mendorong penanaman modal terpengaruh di berbagai kegiatan lain pada masa berikutnya. Dengan demikian pada setiap tingkat pembangunan sumber-sumber daya yang sangat langka dapat digunakan dengan lebih efisien.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI
Pengertian, dan Unsur Perencanaan
Perencanaan ekonomi dapat diartikan sebagai usaha secara sadar dari suatu organisasi untuk mempengaruhi dan mengarahkan, mengendalikan perubahan dalam variabel ekonomi yang utama dengan tujuan pencapaian target tertentu. Misal, PDB, konsumsi, investasi, dan tabungan dari suatu negara selama kurun waktu tertentu.
Ada lima aspek penting yang perlu diperhatikan, yaitu :
a) Perencanaan ekonomi memerlukan tujuan tertentu, dan terjemahan tujuan itu dalam bentuk target atau sasaran yang akan dicapai.
b) Perencanaan ekonomi melibatkan masalah pra-vision dan pra pengaturan. Oleh karena itu setiap tindakan harus dibuat sesuai dengan periode waktu selama rencana itu dilaksanakan.
c) Perencanaan ekonomi harus bersifat ajeg (konsisten).
d) Perencanaan ekonomi harus bersifat optimis.
Killick membedakan enam ciri sebagai berikut :
1. Bertolak dari pandangan politik dan tujuan pemerintah
2. Disusun sebuah strategi yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan kemudian dijabarkan dalam target
3. Adanya koordinasi terpusat dan konsisten terhadap prinsip dan kebijakan
4. Mencakup seluruh perekonomian (komprehensif)
5. Untuk mencapai tujuan yang optimal digunakan model ekonomi makro yang diformalkan untuk melihat keragaman ekonomi yang akan datang
6. Mencakup periode perencanaan jangka menengah yang berhubungan dengan perspektif perencanaan jangka panjang dan dilengkapi rencana tahunan.
Fungsi Perencanaan
 Rencana Jangka Panjang
Tujuan pokok penyusunan rencana jangka panjang adalah untuk memberikan latar belakang pada rencana yang jangka waktunya lebih singkat, sehingga persoalan yang harus diselesaikan dalam periode waktu yang lebih lama dapat diperhitungkan dalam perencanaan jangka pendek. Hal yang dapat ditaksir antara lain laju pertumbuhan penduduk, pengaruh pendidikan dan faktor teknologi yang secara umum dapat dilihat dalam jangka pendek.
 Rencana Jangka Menengah
Dalam rencana jangka menengah ini disusun rencana investasi. Pembangunan industri dijalankan sebagai usaha untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam rangka menyusun rencana jangka menengah ini adalah orang mudah sekali membuat kesalahan, dimana mula-mula memusatkan pembangunan industri dalam rencana lima tahun. Akan tetapi selanjutnya harus mengalihkan pada sektor pertanian, yang pada rencana sebelumnya dikesampingkan.
 Rencana Jangka Pendek
Rencana tahunan merupakan penjabaran drai rencana jangka menengah agar supaya lebih konkrit, lebih spesifik dan operasional. Dalam rencana tahunan itu dibuat rencana investasi yang lebih terperinci atau sebagai usul undang-undang, (RAPBN). Bagi sektor swasta dan masyarakat rencana tahunan yang disusun oleh pemerintah itu dapat memberikan dorongan pada kegiatan ekonomi mereka.

Perlunya Perencanaan Pembangunan
Perbedaan dalam tingkat perkembangan ekonomi terjadi di dunia international, baik antara negara kaya dengan yang miskin maupun antara sesama negara miskin pada ruang lingkup nasional (ketimpangan antar daerah).
Ada dua jalan untuk mengatasi masalah ketimpangan itu, yakni :
a) Orang hanya menunggu perubahan yang dapat membawa kemajuan perekonomiannya yang kemungkinannya sangat kecil.
b) Melaksanakan pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut harus dituangkan dalm suatu rencana nasional yang menyeluruh dan mencakup segala bidang kehidupan masyarakat.
Maka dapat disimpulkan bahwa adanya perencanaan dapat memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh mekanisme pasar dan atau masalah yang tak dapat ditanggulangi oleh mekanisme pasar itu.
Langkah Perencanaan
a. Langkah pertama : Pengumpulan data
b. Langkah kedua : Penganalisaan data dan perumusan pemcahan masalah
c. Langkah ketiga : Perhitungan proyek-proyek dan kemungkinan-kemungkinan proyek yang akan datang
d. Langkah keempat : Penentuan tujuan
e. Langkah kelima : Penentuan target atau sasaran
f. Langkah keenam : Penentuan kebijaksanaan dan strategi pencapaian tujuan
g. Langkah ketujuh : gambaran keseluruhan rencana pembangunan daerah
Manfaat Perencanaan
 Adanya pengarahan dan pedoman bagi kegiatan yang ditujukan pada pencapaian tujuan pembangunan.
 Dapat dibuat suatu peramalan terhadap hal yang akan dijalankan.
 Terbukanya kesempatan untuk memilih berbagai alternatif sehingga bisa ditemukan pilihan terbaik.
 Dengan adanya perencanaan, kita dapat melakukan penilaian atau evaluasi terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan.

Perencanaan Dalam Berbagai Bentuk Sistem Ekonomi
 Perencanaan dalam sistem perekonomian kapitalis adalah model perencanaan yang bertumpu sepenuhnya kepada mekanisme pasar dalam mengalokasikan sumber-sumber produksi dan hasil-hasilnya.
 Perencanaan dalam sistem perekonomian sosialis adalah perencanaan dimana pemerintah secara aktif dan langsung mengendalikan perekonomian melalui suatu proses pengambilan keputusan yang terpusat.
 Perencanaan dalam sistem perekonomian campuran adalah suatu lingkungan kelembagaan dimana sebagian dari sumber daya produksi yang dimiliki dan dioperasikan oleh pihak swasta, sedangkan sebagian lain dimiliki oleh sektor publik.



Syarat-syarat Berhasilnya Suatu Perencanaan
1) Adanya perencanaan yang realistis sesuai kondisi sosial dan nasional
2) Adanya kesungguhan untuk melaksanakan kegiatan pembangunan
3) Adanya kepimpinan yang konsekuen dan konsisten dalam mengelola pembangunan dari tahap pertama sampai tahap berikutnya sesuai rencana.

Perencanaan Pembangunan di Indonesia
• Tata cara pembangunan
a) GBHN, merupakan dokumen yang didalamnya terdapat pola dasar pembangunan nasional, pola umum pembangunan jangka panjang, dan pola umum pembangunan lima tahun. GBHN merupakan pedoman dasar bagi seluruh kebijaksanaan dan kegiatan pemerintah.
b) REPELITA. Setelah pemerintah menyusun rencana Repelita, rancangan tersebut disebarluaskan ke seluruh lapisan masyarakat melalui kelompok organisasi profesi, organisasi sosial, organisasi politik, pemerintah daerah, media massa dan sebagainya. Prosedur ini dimaksudkan agar Repelita itu memasyarakat menampung aspirasi dan pikiran masyarakat luas.
c) APBN, disusun oleh pemerintah yang kemudian disetujui oleh DPR dan disahkan oleh Presiden dalam bentuk undang-undang, sebagai pedoman pelaksanaan program tahunan nasional.
• Rencana Pembangunan Daerah
a) Pola dasar pembangunan daerah
b) Repelita daerah
c) Rencana tahunan dan APBD
• Lembaga Perencanaan
a) Lembaga Perencanaan Pembangunan di Tingkat Nasional
b) Lembaga Perencanaan Pembangunan di Tingkat Daerah

Integrasi Ekonomi Dalam Negeri dan Krisis Global


Aris  Ananta
SEPUTAR    INDONESIA, 25  Mei 2010
BANYAK krisis ekonomi dunia yang bermula dari krisis keuangan. Bukan tidak mungkin bahwa krisis keuangan di Eropa saat ini juga dapat diikuti krisis ekonomi. Kalau krisis keuangan di Eropa berkelanjutan, ekonomi Eropa akan menghadapi masalah. Akibatnya, impor dari Eropa akan menurun.
Negara yang banyak mengekspor ke kawasan itu juga akan ikut terganggu. Misalnya, China yang akan mengalami dampak besar karena banyak mengekspor ke Eropa. Keadaan ini dapat terus “menular”. Indonesia pun dapat terkena dampak krisis di Eropa ini melalui penurunan ekspor, baik yang secara langsung ke Eropa maupun ke negara lain yang banyak mengekspor ke Eropa.
Dalam krisis ekonomi global 2008-2009 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk salah satu yang terbaik di dunia. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi menurun karena ekspor yang juga menurun. Indonesia dapat bertahan dari krisis antara lain karena tidak terlalu bergantung pada ekspor.  Sektor ekonomi dalam negeri telah membantu Indonesia bertahan dari dampak krisis.
Singapura adalah salah satu negara yang perekonomiannya terpukul akibat krisis tersebut. Ini karena ekonomi Singapura yang sangat bergantung pada ekspor (export driven economy). Namun, sekarang Singapura juga telah mulai mengubah strategi dari perekonomian yang didorong ekspor.
Singapura sesungguhnya salah satu negara yang sering dijadikan sebagai contoh keberhasilan model ekonomi yang didorong ekspor. Namun, krisis ekonomi global telah menyadarkan banyak negara, termasuk Singapura, untuk mencari model lain dan tidak terlalu menggantungkan pada ekspor. Indonesia diuntungkan dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk. Ekonomi dalam negeri Indonesia amat potensial untuk mendorong pembangunan ekonomi.
Indonesia sebagai negara besar, kurang bergantung pada kebutuhan ekspor. Selain itu, banyak negara telah mengincar Indonesia sebagai pasar dan lokasi produksi yang menarik. Indonesia misalnya juga telah diincar oleh banyak negara sebagai lokasi untuk menghasilkan pangan untuk menjamin kebutuhan pangan di negara-negara yang tidak memiliki tanah yang subur.
Maka sangat tepat jika pemerintah kini memberi prioritas tinggi pada integrasi perekonomian dalam negeri.  Memanfaatkan pasar dan lokasi produksi yang luas di dalam negeri. Dengan demikian, dukungan dalam negeri pada perekonomian Indonesia akan makin kuat dan perekonomian Indonesia tidak akan mudah digoyah olah krisis ekonomi global. Kebijakan pemerintah untuk memperhatikan ekonomi dalam negeri, terutama dengan mengintegrasikan perekonomian dalam negeri, merupakan upaya cerdas untuk menjaga agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada luar negeri.
Indonesia tidak perlu menolak perdagangan internasional, aliran modal asing, dan arus tenaga kerja.  Tapi, jangan menjadi amat tergantung pada mereka. Integrasi ekonomi dalam negeri juga berarti penyebaran kegiatan ekonomi, yang akan mengurangi kebutuhan orang untuk melakukan perjalanan yang jauh.
Integrasi ekonomi di Indonesia berarti adanya arus barang yang bebas di seluruh Indonesia, arus modal yang bebas di seluruh Indonesia, dan arus tenaga kerja (terampil dan tidak terampil) yang bebas di seluruh Indonesia. Pembangunan ekonomi di Indonesia akan lebih merata, tidak terpusat di beberapa daerah saja. Dengan demikian, Indonesia akan dapat bertahan lebih baik menghadapi gonjang-ganjing keuangan dan ekonomi dunia.
Namun, perhatian pada integrasi ekonomi dalam negeri sering dicurigai oleh pihak luar sebagai usaha proteksionis. Di zaman sekarang, “proteksionis” sering menjadi “tabu”di sementara pembuat kebijakan ekonomi dan politik di banyak negara. Mereka ini penganjur perdagangan bebas, arus bebas aliran modal, tetapi mereka memproteksi pasar tenaga kerjanya, khususnya pasar tenaga kerja tidak terampil.
Mereka juga mengatakan ingin membantu negara berkembang melalui penanaman modal mereka di negara berkembang walau sebenarnya mereka sangat diuntungkan dengan investasi tersebut. Mereka sering mengatakan bahwa investasi asing adalah satu-satunya cara bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk maju.
Perluasan investasi asing tersebut sesungguhnya penting sekali untuk kemajuan perekonomian mereka, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi global 2008-2009 yang memperlihatkan rapuhnya perekonomian suatu negara yang amat menggantungkan pada ekspor. Yang kurang disadari oleh beberapa negara asing itu adalah bahwa terintegrasinya ekonomi dalam negeri Indonesia akan berarti pula terjadinya manfaat yang lebih besar dari integrasi ekonomi internasional.
Kalau ekonomi Indonesia terintegrasi dengan baik, negara negara tetangga, di ASEAN khususnya, juga akan menikmati pasar yang jauh lebih besar dan lokasi produksi yang lebih tangguh. Selain itu, saat ini perekonomian Indonesia juga masih belum terintegrasi dengan baik. Bukan saja perekonomian antarprovinsi, juga di dalam provinsi itu sendiri. Bahkan juga di dalam tiap kabupaten atau kota itu sendiri.
Dengan integrasi semacam ini, semua sumber daya yang ada di Indonesia dapat digunakan bersama-sama untuk kepentingan orang Indonesia. Tanpa ada integrasi ekonomi yang baik di dalam Indonesia sendiri, kita akan kurang mampu mendapatkan manfaat dari integrasi ekonomi internasional. Suatu contoh, produksi pangan di Indonesia oleh negara yang lebih maju misalnya akan lebih banyak menghasilkan pangan untuk negara tersebut dan bukan untuk konsumen Indonesia kalau ekonomi Indonesia belum terintegrasi.
Kalau transportasi dari daerah produksi pangan tersebut ke negara penanam modal lebih mudah dan murah daripada ke bagian lain di Indonesia, pangan akan lebih menguntungkan dijual ke negara penanam modal daripada ke bagian lain di Indonesia.
Tetapi, kita perlu ingat bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan utama pembangunan ekonomi kita. Pertumbuhan ekonomi sekadar salah satu alat untuk mencapai tiga tujuan utama pembangunan yaitu people centered developmentenvironment friendly development,dan good governance. Dengan demikian, integrasi ekonomi harus mampu meningkatkan kualitas hidup manusia (seperti kesehatan, kepandaian, kemampuan untuk berpindah, dan bebas dari rasa takut), mampu memperbaiki kualitas lingkungan di Indonesia, dan mampu melaksanakan asas good governance dalam tiap kegiatan ekonomi.
Partisipasi masyarakat amat diperlukan untuk mengawasi jalannya pembangunan agar kegiatan ekonomi dapat membantu tercapainya tiga tujuan pembangunan di atas, dan bukan semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi.
Singkatnya, kita tidak perlu anti pada integrasi ekonomi internasional. Namun, kita tetap harus memberi prioritas pada usaha memperkuat ekonomi dalam negeri dan mengintegrasikan ekonomi dalam negeri. Hal ini juga akan mengurangi kerawanan perekonomian kita dari krisis

Reformasi Sektor Keuangan untuk Hadapi Krisis Global

Aris  Ananta PDFPrint
 SEPUTAR  INDONESIA,  Rabu, 19 Mei 2010
KALAU pemerintah Yunani bangkrut, tidak mampu membayar utang-utang mereka, negara lain, seperti Portugal, Spanyol, dan Italia pun akan ikut bangkrut.
Mengapa kebangkrutan dapat mewabah? Yunani mengalami defisit anggaran yang luar biasa. Meski tidak separah Yunani, Portugal, Spanyol, dan Italia juga mengalami defisit anggaran yang besar. Maka kalau Yunani bangkrut, kepercayaan para pemegang uang di negara yang serupa dengan Yunani juga akan hilang. Uang juga akan ditarik dari negara-negara tersebut sehingga akan memperparah defisit. Akibatnya ketiga negara itu pun dapat ikut bangkrut. Selain itu, karena Yunani banyak berutang ke kreditor di Jerman dan Prancis, kebangkrutan Yunani akan berdampak besar pada sektor keuangan di Jerman dan Prancis. Para pemilik uang pun akan tidak percaya lagi pada Prancis dan Jerman, bahkan seluruh Eropa. Sekarang pun nilai mata uang euro telah melorot dengan drastis, karena para pemilik uang sudah mulai tidak percaya pada euro.

Kalau Yunani akhirnya bangkrut, kasus ini serupa dengan kebangkrutan Lehman Brothers di Amerika Serikat pada 2008 lalu, yang berakibat pada terjadinya krisis keuangan global di tahun 2008–2009 silam. Kehilangan kepercayaan pemegang uang terhadap keuangan Eropa menyebabkan mengalirnya uang ke Asia, termasuk Indonesia. Rupiah dan mata uang Asia lainnya menguat. Bahkan pernah ada yang “mengkhawatirkan” rupiah akan terlalu kuat, menjadi di bawah Rp9.000 per dolar Amerika Serikat. Namun, banyak pula yang mengingatkan bahwa “kuat”-nya rupiah ini “semu” belaka.“Kepercayaan” para pemilik uang itu sangat mudah berubah. Begitu mereka khawatir dengan kondisi Indonesia, uang akan segera ditarik dan rupiah akan melemah.
Peran dan tingkah laku pemilik uang memang luar biasa. Terutama pada “kepercayaan” mereka terhadap kondisi keuangan suatu negara. Kalau kepercayaan mereka baik, akan membaiklah kondisi keuangan di negara tersebut. Kalau kepercayaan mereka hilang, jatuhlah kondisi keuangan di negara itu. Kalau kepercayaan para pemegang uang makin hilang, akhirnya kondisi keuangan dunia akan berantakan.
Sementara itu,kepercayaan para pemilik uang telah membuat masalah lain di beberapa negara di Asia, seperti China. Kepercayaan pada perekonomian dan stabilitas politik di China begitu besar. Apalagi pemerintah China pernah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 10% per tahun.
Orang berlomba- lomba menanamkan uang mereka di China. Akibatnya, inflasi meningkat sehingga menyebabkan peningkatan spekulasi baik di sektor keuangan maupun properti. Kondisi semacam ini juga telah menjadi penyebab terjadinya krisis dari subprime mortgage di Amerika Serikat pada 2008 lalu. Ketika itu, juga terjadi kenaikan harga yang pesat di sektor properti. Orang yang “tidak layak (subprime)” berutang pun dapat meminjam ke bank dan bank pun berani memberikan pinjaman. Perhitungan mereka—baik pengutang dan bank—adalah harga properti akan meningkat terus dengan pesat. Maka kalaupun pengutang tak lagi mempunyai uang untuk membayar, rumah dapat dijual. Pengutang dan bank tetap untung. Namun, ketika harga properti tiba-tiba turun, orang panik. Orang menjual rumah dan harga rumah makin turun. Akibatnya, banyak orang rugi tidak dapat membayar utang karena harga rumah telah jatuh. Pemberi kredit juga berantakan.
Karena pemberi kredit saling berkaitan satu dan lain, akhirnya perusahaan keuangan sebesar Lehman Brothers pun bangkrut. Seluruh dunia, termasuk mereka yang tidak ikut berspekulasi di sektor keuangan dan sektor properti, terkena dampaknya. Panasnya ekonomi seperti yang dialami di China juga terlihat di beberapa negara lain, seperti Vietnam dan Singapura,walau dalam taraf yang berbeda. Mampukah negara negara ini menghindar dari terjadinya kasus seperti krisis subprime mortgage di Amerika Serikat?
Barack Obama, Presiden Amerika Serikat, rupanya telah letih dengan “kekuasaan” yang luar biasa dari pelaku bisnis di sektor keuangan, terutama bercokol di Wall Street. Kalau mereka optimistis, mereka memasukkan uangnya. Kalau mereka tidak suka pada suatu kebijakan di suatu negara, maka uang pun mereka tarik.
Obama telah melakukan perang terhadap pelaku sektor keuangan. Obama tidak ingin perekonomian amat dipengaruhi tingkah laku para pemilik uang. Ia melakukan revolusi dengan membatasi gerak-gerik para pemain uang, termasuk memisahkan sektor perbankan dari kegiatan spekulasi. Tentu saja, usaha ini mendapat tantangan dari pebisnis di sektor keuangan. Namun, Obama sangat tegas dan mengatakan pada para pebisnis bahwa mereka tidak perlu khawatir dengan reformasi yang ia jalankan, bila bisnis mereka bukan bisnis yang “menipu”masyarakat. Obama memang telah bertindak dengan sangat keras. Ia berani berbuat karena yakin akan mendapat dukungan dari masyarakat Amerika Serikat yang telah bosan dengan krisis keuangan di negara itu. Semoga saja, usaha Obama diikuti pemimpin di banyak negara lain.
Para pebisnis di sektor keuangan mungkin perlu melihat keadaan dunia secara lebih arif. Keuntungan mereka akan lebih berkelanjutan kalau mereka mengurangi secara drastis kegiatan spekulasi mereka. Kalau mereka terus bertahan dengan tingkah laku mereka ini, masyarakat pun akan sadar dan marah pada mereka. Lehman Brothers sekarang menghadapi persoalan hukum di Amerika Serikat. Di Indonesia, kita pun perlu secara aktif menyadarkan masyarakat akan bahaya permainan di sektor keuangan ini. Pemerintah perlu meningkatkan usaha membatasi kegiatan spekulasi, termasuk spekulasi di sektor properti.
Selain di sektor keuangan dan perbankan, usaha pun perlu dilakukan di sektor yang tampaknya bukan sektor keuangan. Kini banyak sektor perdagangan yang melakukan usaha keuangan dengan menjual barang secara kredit. Mereka mendapat keuntungan dari pinjaman dan bukan semata dari barang yang mereka jual. Makin banyak pula usaha untuk terus mendorong masyarakat agar mau meminjam dan meminjam. Bisnis semacam ini perlu diatur. Masyarakat jangan terus menerus dibujuk untuk meminjam, apalagi untuk tujuan konsumsi. Arus lalu lintas uang antarnegara juga perlu dipantau. Harus dicari cara agar kondisi ekonomi kita tidak bergantung pada kepercayaan para pemain spekulasi. Ini bukan pekerjaan mudah.
Kekuasaaan mereka—melalui uang—memang amat besar. Namun, kita harus berani melakukan hal ini. Bila tidak, krisis keuangan di satu wilayah di dunia akan dengan mudah merebak ke kita, apalagi dengan makin gencarnya usaha mengintegrasikan perekonomian (dan sistem keuangan) dunia.(*)

Investasi Asing, Ekspor, dan Pendapatan Nasional

Aris  Ananta
SEPUTAR    INDONESIA, 13  April  2010
Mengapa suatu negara tetap miskin dan sulit maju? Ada yang mengatakan bahwa agar suatu perekonomian maju, masyarakat di perekonomian itu harus mampu melakukan investasi. Namun, rakyat di negara miskin tidak punya tabungan.
Karena tidak mempunyai tabungan, mereka tidak dapat berinvestasi. Karena tidak dapat berinvestasi, mereka tetap miskin. Lingkaran seperti ini sering disebut dengan perangkap kemiskinan. Oleh sebab itu, menurut teori ini, cara keluar dari perangkap kemiskinan adalah mendatangkan investasi dari luar masyarakat itu sendiri. Artinya perlu investasi asing. Dengan masuknya investasi asing, kesempatan menaikkan pendapatan dan keluar dari kemiskinan dapat meningkat. Penyelesaian lain untuk keluar dari perangkap kemiskinan adalah melalui keluarga berencana. Keluarga di negara miskin biasanya mempunyai banyak anak.  Akibatnya, konsumsi terlalu tinggi, sehingga tak ada yang ditabung. Dengan keluarga berencana, pengeluaran untuk anak dapat dikurangi.

Selain itu, orangtua dapat lebih bebas bekerja untuk keluar dari kemiskinan.Kemudian, akan terjadi tabungan, dan tabungan dapat digunakan untuk investasi, sehingga keluar dari kemiskinan. Teori lain mengatakan, bahwa suatu perekonomian tetap miskin karena daya beli di masyarakat itu rendah. Mereka tidak berani berproduksi dalam jumlah yang besar, karena mereka tahu produksi mereka tidak akan dapat dijual di perekonomian mereka. Walau jumlah penduduk besar, menurut teori ini, kemiskinan menyebabkan keterbatasan pasar dalam negeri. Maka, penyelesaiannya adalah melakukan ekspor, menjual produksi dalam negeri ke negara lain yang ekonominya sudah maju. Negara yang disebut dengan “macan Asia” (Korea Selatan, Hong Kong,Taiwan, dan Singapura) sering disebut telah melakukan tiga kebijakan ini bersamaan.
Pada era 1980-an, dunia berdecak kagum pada kemajuan pesat dalam perekonomian mereka. Sejak saat itu, banyak negara yang ingin mengulangi kasus keberhasilan empat macan Asia ini, yakni keluarga berencana, investasi asing, dan ekspor. Banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, kemudian telah berhasil dalam program keluarga berencana.Kemudian, ada kecenderungan investasi asing dan ekspor dianggap primadona dalam pembangunan ekonomi negara berkembang. Negara yang sudah maju pun sering mengajari negara berkembang tentang pentingnya investasi asing dan ekspor. Mereka sering mengatakan ingin membantu negara berkembang, maka mereka melakukan investasi di negara berkembang dan mendorong ekspor dari negara berkembang.
Kira-kira 30 tahun telah berlalu sejak munculnya kekaguman pada keberhasilan empat macan Asia itu. Kini muncul pertanyaan, benarkah investasi asing dan ekspor meningkatkan pendapatan nasional? Dalam ekonomi makro, ada rumus yang amat terkenal, yaitu bahwa pendapatan nasional sama dengan penjumlahan konsumsi (dalam negeri), investasi (dalam negeri), pengeluaran pemerintah, dan ekspor yang dikurangi dengan impor. Oleh sebab itu, jelas sekali menurut rumus ini, bahwa investasi dan ekspor menaikkan pendapatan nasional. Namun dalam ekonomi makro, kita juga belajar, bahwa ada dua macam pengukuran pendapatan nasional. Pertama adalah produk nasional kotor (gross national product/ GNP).
Konsep ini menjumlahkan pendapatan yan diterima semua warga negara Indonesia dalam suatu periode tertentu (biasanya setahun), tidak pandang mereka tinggal di Indonesia atau negara lain. Konsep GNP tidak memasukkan pendapatan orang asing yang bekerja di Indonesia. Konsep yang kedua adalah produk domestik kotor (gross domestic product/ GDP).Konsep ini menjumlah pendapatan semua penduduk yang tinggal di Indonesia, tidak pandang kewarganegarannya. Dengan demikian, dalam konsep GDP termasuk pendapatan yang diterima oleh orang asing yang bekerja di Indonesia. Selain itu, GDP tidak memasukkan pendapatan warga negara Indonesia yang bekerja di negara lain. Kalau tidak banyak orang asing bekerja di Indonesia, dan tidak banyak orang Indonesia bekerja di negara lain, pengukuran dengan dua konsep ini akan menghasilkan angka yang serupa.
Namun, dengan meningkatnya investasi asing dan orang asing yang bekerja di Indonesia, GDP bisa menjadi lebih besar daripada GNP. Artinya, investasi asing pasti meningkatkan GDP, tetapi belum tentu meningkatkan GNP. Investasi asing dapat meningkatkan GNP, jika investasi itu menciptakan pendapatan yang besar untuk orang Indonesia. Bagaimana kalau investasi asing itu dilakukan pada kegiatan yang berorientasi pada ekspor? Dampak pada GDP pasti akan lebih besar lagi, karena kenaikan ekspor berarti kenaikan pendapatan nasional, khususnya bila diukur dengan GDP. Namun, dampak pada GNP belum tentu besar, tergantung apakah kegiatan ekspor itu mampu meningkatkan pendapatan warga negara Indonesia. Jadi, apakah jumlah investasi asing dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan ekonomi kita?
Jawabnya tergantung pada bagaimana kita mengukur pendapatan nasional. Kalau kita mengukur pendapatan nasional dengan konsep GDP (gross domestic product), maka investasi asing pasti meningkatkan pendapatan nasional. Namun, jika pendapatan nasional diukur dengan GNP (gross national product), jumlah investasi asing belum tentu berdampak signifikan pada pendapatan nasional. Investasi asing baru berdampak signifikan bila warga negara Indonesia yang tinggal di Indonesia menikmati sebagian besar investasi asing itu. Perbedaan dalam memaknai investasi asing akan makin besar bila investasi asing itu berorientasi pada ekspor.
Selain perbedaan dalam konsep pengukuran pendapatan nasional (GNP atau GDP), peningkatan ekspor juga berarti bahwa barang yang diproduksi di Indonesia makin banyak memasuki pasar internasional, yang dijual dengan harga internasional dan biasanya jauh lebih mahal daripada pasar dalam negeri. Namun, penghasilan warga negara Indonesia sering belum dapat mengikuti harga internasional. Walau begitu, warga negara Indonesia harus membeli produksi Indonesia dengan harga internasional. Inilah fenomena “konsumen global dengan pendapatan lokal”. Akibatnya, mereka tak mampu membeli produksi Indonesia tersebut.
Selanjutnya, produk yang dijual di Indonesia adalah produksi yang mutunya lebih jelek, sehingga dapat dijual dengan lebih murah. Meski begitu, kita tidak perlu anti pada investasi asing dan promosi ekspor. Kita tetap memerlukan investasi asing dan peningkatan ekspor. Namun, kita perlu ingat bahwa investasi asing dan peningkatan ekspor bukanlah primadona pembangunan kita. Negara yang lebih maju melakukan investasi di Indonesia karena mereka melihat peluang bisnis yang menguntungkan untuk mereka, bukan karena mereka mau menolong kita. Mereka menginginkan Indonesia meningkatkan ekspor bukan karena mereka mau menolong kita, tetapi karena mereka ingin mendapatkan barang yang murah. Sudah saatnya kita berpikir jernih dalam menyikapi investasi asing dan peningkatan ekspor.
Sudah bukan saatnya mempunyai sikap antipati pada investasi asing dan peningkatan ekspor. Bukan waktunya lagi untuk percaya bulat bulat bahwa investasi asing dan peningkatan ekspor pasti meningkatkan pendapatan kita. Memang, menjadi susah untuk membuat keputusan. Tapi,itulah tantangannya. Saat ini, kita dan banyak negara lain di dunia, lebih sering menggunakan GDP. Tiap tiga bulan sekali kita melaporkan pertumbuhan GDP. Mungkin, sudah saatnya, tiap tiga bulan sekali, kita juga melaporkan perkembangan GNP.